Sepak Bola Indonesia : Prestasi, Bisnis Atau Politik?
Tahun 2011-2012 menjadi episode kelam
bagi sepak bola Indonesia. Ya, harapan ada revolusi atau reformasi di
tubuh PSSI yang menaungi sepak bola di Indonesia saat ini ternyata tidak seperti yang diharapkan.

Pemain, menjadi pihak yang dirugikan oleh konflik yang saat ini melanda sepakbola Indonesia
Terpilihnya Prof. Djohar Arifin Husin
sebagai ketua baru PSSI periode 2011-2015 memunculkan semangat baru
masyarakat Indonesia untuk melihat sepak bola Indonesia kembali
berprestasi khususnya di Asia Tenggara. Indonesia yang dulu dikenal
sebagai macan asia sudah lama tidak “berprestasiâ€. Prestasi terakhir
adalah menjadi runner-up pada piala AFF 2010 lalu sedangkan di SEA
Games Indonesia terakhir kali meraih medali emas pada tahun 1991. Tentu
saja masyarakat Indonesia rindu melihat Tim Nasional Indonesia
mengangkat trophy juara.
Apa yang salah dengan sepak bola
Indonesia? Dengan penduduk berjumlah lebih dari 200 juta dan hampir
separuhnya menyukai olahraga terpopuler di dunia ini tentu merupakan
sebuah potensi yang sangat luar biasa bagi perkembangan sepak bola
negeri ini baik dilihat dari segi bisnis dan prestasi. Indonesia bahkan
menjadi salah satu komoditas pasar terbesar siaran-siaran langsung sepak
bola Eropa.
Lihat saja TV-TV nasional berebut
menayangkan liga terbaik yang ada di Eropa secara gratis. Hampir semua
TV lokal mulai dari TVRI, RCTI, SCTV, INDOSIAR, TRANS, MNC, semua
menayangkan pertandingan liga-liga Eropa di setiap akhir pekan, belum
lagi tv berbayar yang lain. Ini menjadi bukti bahwa potensi bisnis ini
sangat luar biasa sekali. Disaat sepakbola dalam negeri mengalami
kemunduran baik dari sisi kompetisi dan manejemen masyarakat Indonesia
lebih memlih untuk beralih menonton pertandingan-pertandingan liga
Eropa. Bahkan sebenarnya jika ditelisik lebih jauh sebenarnya siaran
live sepak bola nasional ratingnya pun juga cukup tinggi walaupun yang
disiarkan hanya kompetisi divisi utama.
Masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan
konflik yang terjadi di PSSI. Semua elite ingin mengusai organisasi yang
telah berdiri lebih dari 80 tahun ini. Disaat orang-orang yang
berkepentingan saling berebut kekuasaan, mereka melupakan keinginan
masyarakat Indonesia yaitu prestasi yang membanggakan dari Timnas dan
kompetisi yang menarik dan menjadi hiburan bagi masyarakat Indonesia.Â
Para elite sepak bola Indonesia melupakan hakekat olahraga itu sendiri
yaitu†sportivitas, prestasi, dan hiburanâ€. Bukannya mengurus
kompetisi dengan baik dan membina pemain agar berprestasi para elite
sepak bola ini malah saling menjatuhkan satu sama lain demi kepentingan
pribadi dan kelompok mereka masing-masing. Kekuasaan lah yang menjadi
tujuan utama mereka bukan lagi prestasi. Politik menjadi dasar utama
tujuan kekuasaan.
Harapan tahun 2011-2012 menjadi tonggak
kebangkitan sepak bola nasional pun hancur lebur. Pengurus baru yang
terpilih di kongres Solo gagal merangkul semua elemen masyarakat sepak
bola Indonesia sehingga terjadi perpecahan ditubuh pengurus PSSI sendiri
dan di sepak bola nasional. Mulai dari liga dan bahkan kini menjalar ke
Timnas. Tentu saja semua yang terjadi membuat harapan prestasi semakin
jauh. Politik dan kekuasaan yang berada di garda depan.
Bagaimana sepak bola Indonesia dilihat
dari segi bisnis? Seperti yang saya katakan diatas, Indonesia adalah
lahan bisnis yang potensial. Dengan fans yang fanatik dari setiap kota
dan tentu saja jumlahnya pun bukan main banyaknya. Ini belum termasuk
masyarakat yang berada di ruang abu-abu yang hanya sebatas suka bukan
fanatik, jumlahnya pun juga sangat banyak. Tentu semua itu akan memberi
efek yang bagus jika bisa dikelola dengan baik dan menarik. Profit
bisnis pun akan mengalir.
Tapi lagi-lagi inilah Indonesia, semua
hanya dimanfaatkan untuk kalangan tertentu saja. Sisi bisnis pun tidak
bias dijalankan dengan baik. Itu bisa kita lihat dari terlambatnya gaji
pemain dan tunggakan-tunggakan lain yang belum terbayarkan. Lagi-lagi
kepentigan politik lebih diutamakan karena tujuan utama klub berprestasi
adalah untuk menarik massa yang banyak untuk kepentingan pemilu.
Kepemelikan klub yang kebanyakan masih dikuasai oleh pemerintah membuat
penyalahgunaan klub sepak bola lazim terjadi di Indonesia.
Contohnya saja ketika daerah A ingin
mengadakan Pilkada, klub sepak bola dari daerah A tersebut didanai
dengan jor-joran membeli pemain-pemain bintang agar bisa menjadi juara,
dan tentu saja cara-cara kotor lain juga dilakukan dengan melakukan suap
dan sebagainya. Dengan juaranya atau berprestasinya klub daerah A
tersebut tentunya membuat massa yang datang ke stadion menjadi banyak,
masyarakat dan supporter senang. Inilah momen yang dimanfaaatkan oleh
pihak-pihak tertentu agar bisa terpilih dalam pilkada ataupun pemilihan
pemimpin daerah yang lain. Lagi lagi politik bukan bisnis atau prestasi
murni yang dikedepankan.
Semua pasti bertanya apa yang mesti
dilakukan. Segala cara sudah dilakukan, kongres-kongres pun digelar,
supporter berteriak lantang menuntut perubahan, pengurus baru dilantik
tapi toh kenyataannya sepak bola negeri ini belum berubah menjadi lebih
baik. Selama politik masih diacampur-adukkan dalam dunia olahraga yang
satu ini saya pesimis melihat Indonesia menjadi “Macan Asia†lagi.
Tidak ada sportivitas, prestasi apalagi bisnis yang menguntungkan
0 komentar:
Posting Komentar